Yang Berbakatlah yang akan dikenang

Pemilik Blog

Zainuddin

Tuesday 4 April 2017

On April 04, 2017 by zainuddin in    No comments

Sejarah KARE Ri' Bontonompo

Salah satu daerah yang masuk dalam distrik ini adalah Kekarean Bontonompo. Kekarean ini dipimpin oleh pejabat yang bergelar Kare, yang awalnya mengakui sebagai bagian dari kekuasaan Karaeng Loe ri Katingang. Setelah Katingan Kalah oleh Gowa yang saat itu dipimpin oleh Somba Tumapa’risika Kallonna, maka otomatis wilayah ini berpindah ke Kerajaan Gowa, kemudian berpindah ke Karaeng Sanrobone yang telah menjadi sekutu kerajaan Gowa. Kekarean Bontonompo, kemudian dimasukkan dalam kekuasaan Gallarrang Manuju. Selanjutnya wilayah ini kemudian secara sepihak diserahkan sebagai hadiah kepada anak Raja Lemo Appa saat melakukan perburuan sekitar tahun 1669. 
Jabatan Kare kemudian dihapuskan, setelah I Yuseng Daeng Mallingkai Kare Bontonompo gugur saat melakukan perlawanan melawan kerajaan Gowa dalam perang Mangngasa pada tahun 1868. Selanjutnya kepemimpinan tertinggi di Bontonompo disebut Anrongguru, sehingga praktis Kare terakhir dijabat oleh Kare I Yuseng Daeng Mallingkai. Usai perang Mangngasa, pihak kerajaan Gowa menunjuk seorang putera raja Gowa yang saat itu di jabat oleh I Kumala Karaeng lembang Parang, Sultan Abdul Kadir Muhammad Aidid Tumenaga ri Kakuasanna. Putera Sombaya yang di tunjuk sebagai Anrong Guru pertama Bontonompo tersebut adalah I Mappatunru Karaengta ri Bura’ne. 
Berselang setahun kemudian, sekira tahun 1870, pihak kerajaan Gowa menunjuk dan mengangkat anak Kare I Yuseng, yakni I Poli Daeng Mannyarrang sebagai Anrongguru Bontonompo kedua. Dimasa pemerintahannya, sekitar tahun 1872 bersama dengan I Mappatunru Karaengta ri Bura’ne membangun sebuah masjid di kampung Camba Jawaya/Lompo Masigi (baca; Mesjid), di atas tanah miliknya yang diwakafkan. Untuk mengenang pembangunan mesjid tersebut, maka tanah yang berseberangan dengan lokasi masjid tersebut diberi nama Tanete Katangka, sebagai penjelmaan kampung Katangka tempat berdirinya Masjid pertama di wilayah Gowa atau Lakiung.
Anrong Guru Poli Daeng Mannyarrang, kemudian digantikan oleh anaknya yakni I Mannarai Daeng Mangngemba sebagai Anrong Guru ketiga. Ia kemudian mengemban amanah untuk menentukan batas antara Bone dan Gowa atau lazim di sebut Tirak Butta, untuk menghindari peperangan antara kedua kerajaan. Batas yang ditentukan bagi kedua kerajaan pada penentuan perbatasan tersebut adalah Sungai Tangke. Setelah Anrong Guru Mannarai menancapkan tapal batas antara kerajaan Gowa dan Bone. Ia kemudian membuat perkampungan. Saat itulah muncul ular berkepala dua, yang setelah ditebas hidup kembali. Setelah menebas sebanyak dua kali dan tetap hidup kembali, ia kemudian memanggil pengawal setianya, Bapak nembok untuk membawa kuku dan rambut ke Bontonompo. 
Menurut cerita, Anrong Guru ketiga ini dimakamkan di perbukitan gantarang matinggi di daerah matajang Bone. Mengisi kekosongan pemerintahan selama beberapa bulan lamanya, ditunjuklah Anrong Guru I Saso Daeng Nakko yang juga adalah sepupu Anrong Guru Mannarai sebagai pejabat sementara. Setelah itu diangkatlah I Mannyaurang Daeng Sibali (kemenakan Anrong Guru Mannarai) sebagai Anrong Guru keempat, yang memerintah tahun 1905 – 1911. Anrong Guru Mannyaurang kemudian digantikan oleh I Mammuntuli Daeng Rombo sebagai Anrong Guru kelima. Ia adalah anak dari Anrongguru Mannarai daeng Mangemba dan menjabat tahun 1911 hingga 1927. 
Dalam suatu pemilihan Anrongguru (Apijo’jo’ Anronguru), untuk pertama kalinya di gelar, terpilihlah I Mappase’leng Daeng Sija’ yang memerintah tahun 1927 hingga 1947 sebagai Anrongguru keenam. Setelah wafat, putra sulungnya I Mannangngarri Daeng Lassa terpilih oleh rakyat untuk menggantikannya sebagai Anrongguru ketujuh. 
Dimasa pemerintahan Anrongguru Mannangarri, terjadi perang kemerdekaan melawan pemerintah Belanda yang ingin kembali menjajah bangsa Indonesia. Rupanya salah satu kelompok dengan segala kedok perjuangannya menginginkan posisi Anrongguru untuk diduduki. 
Pada tahun 1950, Anrongguru Mannangngarri terbunuh oleh kelompok tersebut, dengan membuat opini bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh para perampok. Wafatnya Anrongguru Mannangarri, maka diadakanlah penunjukan terhadap diri I Sinring Daeng Lira, yang pada tahun 1951 diadakannya pemilihan dan ternyata terpilih kembali dan menduduki jabatan sebagai Anrongguru Bontonompo kedelapan. Pada saat yang sama yakni di tahun 1952, pihak kerajaan Gowa menarik Karaeng Bontonompo yang saat itu dijabat oleh Andi Machmud. Maka Anrongguru Sinring kemudian ditunjuk sebagai pejabat sementara kepala Distrik atau karaeng Bontonompo. 
Pada tahun 1961, diadakan kembali pemilihan Anrongguru Bontonompo, dan terpilihlah I Patarai Daeng Ma’ruppa, putera I Mannyaurang Daeng Sibali sebagai Anrongguru kesembilan. Ia menjabat selama 26 tahun yakni sejak tahun 1961 hingga 1987. Dimasa pemerintahannyalah, jabatan Anrongguru berubah status menjadi Lurah. Setelah mencapai usia pensiun, maka ditunjuklah seorang puteranya yang bernama Drs, Mulyadharma Daeng Ngewa sebagai Lurah Bontonompo. Ia dilantik pada hari Kamis, 10 September 1987 oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gowa, Letkol. Inf A. Kadir Dalle di Kantor Kelurahan Bontonompo. 
Dalam struktur pemerintahan Kekarean Bontonompo, Kare Bontonompo yang selanjutnya menjadi Anrongguru Bontonompo membawahi Punggawa Kalase’rena, Jannang Romang Lasa, Taipa Le’leng dan dua orang suro. Kedua Jannang dan Anrongguru dipilih oleh rakyat dan diangkat oleh Kepala Afdeling. Punggawa Kalase’rena memerintah bersama suronya Kampung kalase’rena. Kepada Jannang Romang Lasa diperbantukan suro-suro Romanglasa, Bontosalang dan Tanete. Suro Bontotangnga dan Darumung serta Salekowa memimpin 163 wajib pajak. Jannang Taipale’leng dengan suronya memerintah kampung-kampung Taipale’leng, Kalumpang, Bontokadieng dan Kokoa. Selain itu, Anrongguru Bontonompo dibantu oleh sejumlah suro, yakni : a.Suro untuk Borong Balla dan Bontocara’de b.Suro untuk Rappokaleleng, Giring-giring dan Pamase dan Sela c.Suro untuk Kampung Tamallaeng, Gongga dan Parang d.Suro untuk Kampung Bontonompo dan Bu’nea e.Suro untuk Kampung Katangka dan Tanetea f.Suro Untuk Kampung Cambajawaya, Bontomate’ne dan Parannaja g.Suro untuk Kampung Bontoratta dan Borongbo’dia Sejak tahun 1915, yakni saat I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhimuddin Tumenanga ri Sungguminasa, menjadi Somba Gowa ke 35. 
Distrik Bontonompo tidak lagi memiliki kepala pemerintahan. Sehingga pemerintahan dijalankan oleh Kontrolir Takalar dan menyerahkan kepada Bestur Asisten. Jabatan ini dipangku oleh pribumi yang tidak dipilih oleh rakyat, tetapi ia diangkat dan dipecat oleh Gubernur Celebes, dan atau dengan kata lain bukan wakil rakyat. Selanjutnya struktur pemerintahan berubah mengikuti status perubahan Anrongguru menjadi Lurah Bontonompo. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi keluarga besar Kare I Yuseng Daeng Mallingkai, serta masyarakat pada umumnya

0 komentar:

Post a Comment